Selasa, 02 Januari 2018

Soal dan jawaban seputar materi tentang Audit Perbankan Syariah



Nama                          : Dewi Lestari
NIM                            : 11523157
Semester/Kelas          : V/B
Makul                         : Audit Perbankan Syariah
Dosen Pengampu      : Sabirin.,M.Ak.,CPAI

Soal dan Jawaban

1.      Mengetahui lingkungan bisnis lembaga keuangan syariah dapat mempermudah kita untuk melakukan proses auditing, mengapa demikian? Sebutkan instrument keuangan syariah yang harus diketahui oleh auditor?
Agar dewan audit dapat mengetahui keseluruhan sistem manajemen lingkungan perusahaan. Dan bisa memberikan informasi dan keyakinan kepada manajemen mengenai efektivitas sistem, pengendalian, dan prosedur untuk mematuhi kebijakan lingkungan perusahaan. Proses audit jenis ini dilakukan secara internal ketika proses Audit Lingkungan sudah matang dan perusahaan menjadi yakin akan kepatuhan terhadap suatu peraturan.
Pengendalian kualitas dan keberadaan dalam ruang lingkup pertanggungjawaban audit internal. Mengetahui lingkungan lks mempunyai tujuan internal dan eksternal. Audit Lingkungan internal bermanfaat untuk memberikan informasi kepada manajemen mengenai apakah operasi perusahaan mematuhi peraturan, apakah suatu kontrak pembuangan limbah telah dilakukan secara kompeten, serta apakah keputusan manajemen lingkungan dibuat atas dasar fakta yang ada. Audit Lingkungan eksternal memberikan jaminan kepada pihak-pihak luar seperti kreditur, investor atau pemakai laporan eksternal atas usaha atau kegiatan yang telah dilakukan perusahaan. Berbagai aktivitas yang diklasifikasikan sebagai Audit Lingkungan ekternal mencakup jasa-jasa yang diberikan oleh konsultan, pengacara, dan implementasi serta pengawasan sistem manajemen lingkungan.
Instrumen keuangan syariah dapat dikelompokkan menjadi  sebagai berikut :
1.      Akad Tijarah
a.       Akad Investasi
merupakan jenis akad tijarah dengan bentuk uncertainty contract. Kelompok akad ini adalah sebagai berikut :
1)      Mudharabah, yaitu bentuk kerjasama antara dua pihak atau lebih, dimana pemilik modal mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola untuk melakukan kegiatan usaha dengan nisbah bagi hasil atas keuntungan yang diperoleh menurut kesepakatan di muka.
2)      Musyarakah adalah akad kerja sama yang terjadi antara para pemilik modal untuk menggabungkan modal dan melakukan usaha secara bersama dalam suatu kemitraan, dengan nisbah bagi hasil sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung secara proporsional sesuai dengan kontribusi modal.
b.      Akad jual beli / sewa menyewa
merupakan jenis akad tijarah dengan bentuk certainty contract. Kelompok akad ini adalah sebagai berikut :
1)      Murahabah, adalah transaksi penjualan barang dengan menyatakan biaya perolehan dan keuntungan yang disepakati antara penjual dan pembeli.
2)      Istishna, memiliki system yang mirip dengan salam, namun dalam istishna pembayaran dapat dilakukan di muka, cicilan dalam beberapa kali atau ditangguhkan dalam jangka waktu tertentu.
3)      Ijarah adalah akad sewa menyewa antara pemilik objek sewa dan penyewa untuk mendapatkan manfaat atas objek sewa yang disewakan.

2.      Akad Tabarru’

a.       Sharf adalah perjanjian jual beli suatu valuta dengan valuta lainnya.
b.      Wadiah adalah akad penitipan dari pihak yang mempunyai uang / barang kepada pihak yang menerima titipan dengan catatan kapan pun titipan diambil pihak penerima titipan wajib menyerahkan kembali uang / barang titipan tersebut.
c.       Qardhul Hasan adalah pinjaman yang tidak mempersyaratkan adanya imbalan.
d.      Al-Wakalah adalah jasa pemberian kuasa dari satu pihak ke pihak lain.
e.       Kafalah adalah perjanjian pemberian jaminan atau penanggugan atas pembayaran utang satu pihak pada pihak lain.
f.       Hiwalah adalah pengalihan utang atau piutang dari pihak pertama kepada pihak lain atas dasar saling mempercayai.

2.      Bagaimana Karakteristik Lembaga Keuangan Syariah?

Karakteristik sebuah Lembaga Keuangan Syariah dapat dilihat dari hal-hal sebagai berikut:
a)      Dalam menerima titipan dan investasi, Lembaga Keuangan Syariah harus sesuai dengan fatwa Dewan Pengawas Syariah.
b)      Hubungan antara investor (penyimpan dana), pengguna dana, dan Lembaga Keuangan Syariah sebagai intermediary institution (lembaga perantara), berdasarkan kemitraan, bukan hubungan debitur-kreditur
c)      Bisnis Lembaga Keuangan Syariah bukan hanya berdasarkan profit orianted, tetapi juga falah orianted, yakni kemakmuran di dunia dan kebahagiaan di akhirat
d)     Konsep yang digunakan dalam transaksi Lembaga Syariah berdasarkan prinsip kemitraan bagi hasil, jual beli atau sewa menyewa guna transaksi komersial, dan pinjam-meminjam (qardh/ kredit) guna transaksi sosial.
e)      Lembaga Keuangan Syariah hanya melakukan investasi yang halal dan tidak menimbulkan kemudharatan serta tidak merugikan syiar Islam

3.      Bagiaman Tugas dan Tanggung Jawab Dewan Pengawas Syariah pada perbankan Syariah?
Dalam Undang-Undang No 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah pada pasal 23 diatur tentang posisi DPS pada perbankan syariah memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut :
a)      Memberikan nasihat dan saran kepada Direksi serta mengawasi kegiatan perusahaan agar sesuai dengan Prinsip Syariah
b)      Menilai dan memastikan pemenuhan Prinsip Syariah atas pedoman operasional dan produk yang dikeluarkan perusahaan
c)      Mengawasi proses pengembangan produk baru perusahaan
d)     Meminta fatwa kepada Dewan Syariah Nasional untuk produk baru perusahaan yang belum ada fatwanya
e)      Melakukan review secara berkala atas pemenuhan prinsip syariah terhadap mekanisme kegiatan usaha perusahaan
f)       Meminta data dan informasi terkait dengan aspek syariah dari satuan kerja perusahaan dalam rangka pelaksanaan tugasnya.
g)      Memberikan opini dari aspek syariah terhadap pelaksanaan operasional Bank secara keseluruhan dan laporan publikasi Bank.
h)      Memastikan dan mengawasi kesesuaian kegiatan operasional Bank terhadap fatwa yang telah ditetapkan oleh DSN-MUI.
i)        Mengkaji produk dan jasa baru yang belum ada fatwa untuk dimintakan fatwa kepada DSN-MUI.
j)        Menyampaikan hasil pengawasan syariah sekurang-kurangnya setiap 6 bulan kepada Direksi, Komisaris, DSN-MUI dan Bank Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar