KONVERSI LAHAN PERTANIAN MENGAKIBATKAN MENURUNNYA TENAGA KERJA
Bab I
Pendahuluan
1. Latar
Belakang
Pertanian
merupakan sektor yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat di Indonesia
maupun Negara agrasis lainya, baik itu dalam bidang perekonomian maupun social
budaya. Penyediaan lapangan kerja, penyediaan penganekaragaman tanaman,
kontribusi dalam mengurangi jumlah masyarakat-masyarakat miskin di pedesaan dan
perannya dalam nilai devisa yang dihasilkan dari ekspor. Pertanian merupakan
sektor yang masih diharapkan untuk memegang peranan penting dalam perekonomian.[1]
Dalam
beberapa tahun terakhir, masyarakat dunia mulai menunjukan perhatiannya
terhadap persoalan di bidang pertanian terutama terhadap tanaman pangan yang
selanjutnya dilanjutkan dengan usaha-usaha yang dapat membentuk tanaman pangan
yang terbaik untuk memenuhi kebutuhan manusia terutama di bidang konsumsi yang
tidak ada batasnya.
Akan
tetapi dengan adanya kemajuan teknologi dan arus globalisasi membuat semakin
menipisnya masyarakat-masyarakat yang mau terjun di sektor pertanian, alih
fungsi lahan juga yang sedang maraknya terjadi juga menjadi faktor yang membuat
semakin sedikitnya lahan-lahan pertanian. Lahan yang dulunya menjadi tempat
para petani melangsungkan kegiatannya sekarang sudah banyak berubah menjadi
perumahan, toko, maupun gedung-gedung yang sangat mewah.
Seiring
dengan perjalanan waktu dari hari ke hari, kehidupan manusia akan terus
berkembang tidak hanya dari segi perekonomian semata namun juga dalam hal
pertambahan penduduk. Semakin lama jumlah penduduk akan terus bertambah apalagi
di negara berkembang seperti Indonesia yang belum dapat mengontrol pertumbuhan
penduduk. Pada tahun 2013 jumlah penduduk Indonesia mencapai lebih dari 240
juta orang.[2]
Kebutuhan
akan pangan dan papan akan bertambah seiring dengan pertambahan penduduk.
Permasalahan akan muncul manakala terjadi ketidakseimbangan kepentingan antara
pemenuhan kebutuhan pangan dan papan. Permasalahan ini muncul karena
keterbatasan sumberdaya lahan dimana untuk memenuhi seluruh pangan penduduk
diperlukan lahan sawah yang luas dan untuk kebutuhan papan juga dibutuhkan
lahan yang tidak sedikit. Persaingan penggunaan lahan pada akhirnya akan
menggeser ketersediaanya untuk pertanian karena kebutuhan untuk tempat tinggal
lebih penting dan tidak dapat dihindari lagi permintaan lahan pertanian akan
semakin banyak.
Lahan
dapat bermakna bermacam-macam tergantung pada sudut pandang dan kepentingan
terhadap lahan. Bagi petani lahan adalah tempat bercocok tanam dan sumber
kehidupan, sedangkan bagi penduduk perkotaan lahan adalah ruang untuk mendirikan
bangunan seperti rumah, toko dan lain sebagainya.
Secara spesifik lahan merupakan sumberdaya
pembangunan yang memiliki karakteristik ketersediaan atau luasnya relatif tetap
karena perubahan luas akibat proses alami (sedimentasi) dan proses artifisial
(reklamasi) sangat kecil. Selain itu kesesuaian lahan dalam menampung kegiatan
masyarakat juga cenderung bersifat spesifik karena lahan memiliki perbedaan
sifat fisik seperti jenis batuan, kandungan mineral, topografi dan lain
sebagainya.
Permintaan
lahan dipengaruhi oleh dua jenis permintaan yaitu direct demand (permintaan
langsung) dan derived demand (pendorong permintaan). Dalam direct demand, lahan
berfungsi sebagai barang konsumsi atau untuk pemukiman dan secara langsung
memberikan utilitas. Melalui derived demand, peningkatan jumlah penduduk akan
meningkatkan permintaan barang dan jasa sebagai alat pemuas kebutuhan lainya.
2.
Rumusan
Masalah
1. Apa
Pengertian konversi lahan?
2. Apa
faktor penyebab adanya konversi lahan ?
3. Apa
dampak konversi lahan terhadap tenaga kerja pertanian dan perekonomian
indonesia?
4. Bagaimana
upaya pemerintah dalam mengatasi berkurangnya tenaga kerja pada sektor
pertanian?
5. Bagaimana
contoh konversi lahan pertanian?
3.
Tujuan
Penulisan
Makalah ini disusun bertujuan untuk mengetahui
bagaimana system dan dampak terhadap tenaga kerja ( petani ) serta perekonomian
indonesia dari kegiatan konversi lahan atau alih daya guna lahan pertanian yang
di alih fungsikan sesuai keperluan, yang dilakukan oleh pihak swasta maupun
pemerintah.
Bab II
Pembahasan
A. Pengertian
konversi Lahan secara umum
Utomo dkk (1992) dalam
kolokiumkpmipb.wordpress.com (2012) mendefinisikan alih fungsi lahan atau
lazimnya disebut sebagai konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau
seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi
fungsi lain yang menjadi dampak negatif (masalah) terhadap lingkungan dan
potensi lahan itu sendiri. Alih fungsi lahan dalam artian perubahan/penyesuaian
peruntukan penggunaan, disebabkan oleh faktor-faktor yang secara garis besar
meliputi keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin bertambah
jumlahnya dan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik.
Menurut Kustiawan (1997) dalam
kolokiumkpmipb.wordpress.com, konversi lahan berarti alih fungsi atau mutasinya
lahan secara umum menyangkut trnsformasi dalam pengalokasian sumberdaya lahan
dari satu pengunaan ke pengunaan lainnya.
Menurut Agus (2004) konversi lahan sawah
adalah suatu proses yang disengaja oleh manusia (anthropogenic), bukan suatu
proses alami. Kita ketahui bahwa percetakan sawah dilakukan dengan biaya
tinggi, namun ironisnya konversi lahan tersebut sulit dihindari dan terjadi
setelah system produksi pada lahan sawah tersebut berjalan dengan
baik. Konversi lahan merupakan konsekuensi logis dari peningkatan
aktivitas dan jumlah penduduk serta proses pembangunan lainnya. Konversi lahan
pada dasarnya merupakan hal yang wajar terjadi, namun pada kenyataannya
konversi lahan menjadi masalah karena terjadi di atas lahan pertanian yang
masih produktif.
Menurut Irawan (2005) Konnversi lahan
pertanian pada dasarnya terjadi akibat adanya persaingan dalam pemanfaatan
lahan pertanian dengan non pertanian. Sedangkan persaingan dalam pemanfaatan
lahan tersebut muncul akibat adanya tiga fenomena ekonomi dan sosial yaitu : a)
keterbatasan sumberdaya lahan, b) pertumbuhan penduduk, dan c) pertumbuhan
ekonomi.
Sihaloho (2004) dalam
kolokiumkpmipb.wordpress.com, membagi konversi lahan kedalam tujuh pola atau
tipologi, antara lain:
1.
Konversi gradual berpola sporadis; dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu
lahan yang kurang/tidak produktif dan keterdesakan ekonomi pelaku konversi.
2.
Konversi sistematik berpola ‘enclave’; dikarenakan lahan kurang produktif,
sehingga konversi dilakukan secara serempak untuk meningkatkan nilai tambah.
3
Konversi lahan sebagai respon atas pertumbuhan penduduk (population growth
driven land conversion); lebih lanjut disebut konversi adaptasi demografi,
dimana dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk, lahan terkonversi untuk
memenuhi kebutuhan tempat tinggal.
4.
Konversi yang disebabkan oleh masalah sosial (social problem driven land
conversion); disebabkan oleh dua faktor yakni keterdesakan ekonomi dan
perubahan kesejahteraan.
5.
Konversi tanpa beban; dipengaruhi oleh faktor keinginan untuk mengubah hidup
yang lebih baik dari keadaan saat ini dan ingin keluar dari kampung.
6.
Konversi adaptasi agraris; disebabkan karena keterdesakan ekonomi dan keinginan
untuk berubah dari masyarakat dengan tujuan meningkatkan hasil pertanian.
7.
Konversi multi bentuk atau tanpa bentuk ; konversi dipengaruhi oleh berbagai
faktor, khususnya faktor peruntukan untuk perkantoran, sekolah, koperasi,
perdagangan, termasuk sistem waris yang tidak dijelaskan dalam konversi
demografi.
Irawan
(2005) mengemukakan bahwa konversi tanah lebih besar terjadi pada tanah sawah
dibandingkan dengan tanah kering karena dipengaruhi oleh tiga faktor,
yaitu pertama, pembangunan kegiatan non pertanian seperti kompleks
perumahan, pertokoan, perkantoran, dan kawasan industri lebih mudah dilakukan
pada tanah sawah yang lebih datar dibandingkan dengan tanah
kering. Kedua, akibat pembangunan masa lalu yang terfokus pada upaya
peningkatan produk padi maka infrastruktur ekonomi lebih tersedia di daerah
persawahan daripada daerah tanah kering. Ketiga, daerah persawahan secara
umum lebih mendekati daerah konsumen atau daerah perkotaan yang relatif padat
penduduk dibandingkan daerah tanah kering yang sebagian besar terdapat di
wilayah perbukitan dan pegunungan.[3]
Berdasarkan
beberapa pendapat dan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa konversi lahan
adalah berubahnya pengunaan lahan dari pengunaan semula atau beralihnya daya
guna lahan untuk keperluan lainya, misalnya dari lahan pertanian dikonversikan
menjadi permukiman, dari hutan dikonversikan menjadi lahan pertanian,
perkebunan atau yang lainnya.
B. Pengertian
alih guna lahan ( konversi ) sektor pertanian.
Alih
fungsi lahan atau konversi lahan pertanian merupakan kegiatan diubahnya lahan
yang semula merupakan lahan yang digunakan untuk kegiatan bertani seperti
menanam padi dan lain-lain menjadi lahan untuk keperluan lainnya. jadi Alih
fungsi lahan adalah dirubahnya fungsi lahan yang telah di rencanakan atau sudah
digunakan untuk pertanian baik itu sebagian maupun seluruh kawasan di alih
fungsikan ke sektor pembangunan dan lain-lain.[4]
Alih
fungsi lahan juga dapat diartikan sebagai berubahnya guna lahan awal yang telah
dialih fungsikan ke guna lahan lain yang telah di rencanakan oleh pihak-pihak
tertentu yang bersangkutan dengan pengalih fungsian lahan tersebut guna
kegiatan bisnis untuk meraih keuntungan lebih.
Alih
fungsi lahan cenderung menjadi masalah (bersifat negatif) di dalam sektor
pertanian, akan tetapi masih banyak lahan pertanian yang di alih fungsikan
karena tekanan ekonomi pada masa-masa krisis ekonomi atau rendahnya hasil jual
di bidang pertanian yang menyebabkan banyak petani yang menjual aset lahannya
yang berupa perkebunan atau persawahan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang
secara tidak langsung menyebabkan meningkatnya alih fungsi lahan pertanian dan makin
meningkatkan penguasaan-penguasaan lahan pada pihak- pihak yang memiliki modal
tinggi atau masyarakat tingkat atas ( high
class).
Sedangkan
Bagi para petani, lahan mempunyai arti yang sangat penting karena dari lahan
mereka dapat mempertahankan hidup bersama keluarganya melalui kegiatan bercocok
tanam dan beternak. Karena lahan merupakan faktor produksi dalam berusaha tani,
maka status penguasaan terhadap lahan menjadi sangat penting yang berkaitan
dengan keputusan jenis komoditas apakah yang akan diusahakan dan berkaitan
dengan besar kecilnya bagian yang akan diperoleh dari usaha tani yang
diusahakan.
Pengertian
konversi atau alih fungsi lahan secara umum menyangkut transformasi dalam
pengalokasian sumberdaya lahan dari satu penggunaan ke penggunaan lainnya.
Konversi lahan pertanian ini tidak terlepas dari situasi ekonomi Secara keseluruhan.
Di
negara-negara berkembang konversi lahan umumnya dirangsang oleh transformasi
struktur ekonomi yang semula bertumpu pada sektor pertanian ke sektor yang
lebih bersifat industrial. Proses transformasi ekonomi tersebut selanjutnya
merangasang terjadinya migrasi penduduk ke daerah-daerah pusat kegiatan bisnis
sehingga lahan pertanian yang lokasinya mendekati pusat kegiatan bisnis
dikonversi untuk pembangunan kompleks perumahan.
Konversi
lahan pertanian ke nonpertanian bukan semata-mata sebagai fenomena fisik yang
berpengaruh terhadap berkurangnya luas lahan pertanian, melainkan sebuah
fenomena yang bersifat dinamis mempengaruhi aspek-aspek kehidupan masyarakat
secara lebih luas, tidak hanya berkaitan dengana aspek ekonomi, juga terkait
dengan perubahan sosial dan budaya masyarakat.
C. Faktor-faktor
penyebab konversi lahan
Kebutuhan akan lahan yang sangat besar
mengakibatkan banyak terjadinya konversi lahan pertanian ke penggunaan non
pertanian. Alih fungsi lahan pada dasarnya merupakan hal yang wajar terjadi,
namun kenyetaannya konversi lahan menjadi masalah karena terjadi di lahan
pertanian yang produktif. Faktor penyebab konversi lahan ini dapat dibagi
menjadi faktor tidak langsung dan faktor langsung. Faktor tidak langsung antara
lain perubahan struktur ekonomi, pertumbuhan penduduk, arus urbanisasi dan
konsestensi impementasi tata ruang. Sedangkan faktor langsung dipengaruhi oleh
pertumbuhan pembangunan sarana transportasi, pertumbuhan kebutuhan lahan untuk
industri, pertumbuhan sarana pemukiman dan sebaran lahan sawah.
Berdasarkan kenyataan yang berkembang
Berdasarkan kenyataan yang berkembang di masyarakat, pola konversi lahan sawah
dapat dibedakan menjadi 2 (dua) tipe yaitu:
1. secara
bertahap (gradual) adalah terjadi secara sporadis/terpencar yang dilakukan oleh
perorangan..
2. secara
seketika (instant) bersifat massive, yaitu terjadi dalam satu hamparan luas dan
terkonsentrasi yang dilakukan oleh proyek pembangunan baik oleh pihak swasta
maupun pemerintah.
a. Faktor
penyebab konversi lahan pada tipe bertahap ada dua yaitu sebagai berikut.
1) Lahan sawah dialihfungsikan/dikonversi
karena fungsi sawah sudah tidak optimal, misalnya karena telah terjadi degradasi
mutu air irigasi dan degradasi mutu tanah sehingga usaha tani tidak dapat
berkembang dengan baik.
2) Alih fungsi oleh pemiliknya karena
adanya desakan untuk pemenuhan kebutuhan akan tempat tinggal dan keperluan
tempat usaha untuk meningkatkan pendapatan padahal dari segi fungsinya lahan
lahan tersebut masih optimal untuk usaha tani.
Pada tipe seketika dan massive, konversi
terjadi biasanya diawali oleh alih penguasaan kepada pihak lain yang akan
memanfaatkannya untuk non-pertanian terutama untuk lokasi perumahan. Alih
fungsi melalui cara ini terjadi dalam hamparan yang lebih luas dan
terkonsentrasi pada satu wilayah yang berdekatan dan pada umumnya berkorelasi
positif dengan proses urbanisasi sehingga lebih banyak terjadi di daerah
perkotaan atau pinggiran kota
b. Faktor yang berperan penting yang
menyebabkan proses konversi lahan pertanian ke non pertanian yaitu sebagai
berikut.
1) Perkembangan standar tuntutan hidup.
Hal ini berhubungan dengan nilai land rent yang mampu memberikan perkembangan standar
tuntutan hidup petani.
2) Fluktuasi harga pertanian. Menyangkut
aspek fluktuasi harga-harga komoditas yang dapat dihasilkan dari pembudidayaan
sawah.
3) Struktur biaya produksi pertanian.
Biaya produksi dan aktivitas budidaya lahan sawah yang semakin mahal dan
cenderung memperkuat proses konversi lahan.
4 ). Teknologi. Terhambatnya perkembangan
teknologi intensifikasi pada penggunaan lahan yang memiliki tingkat pertanian
yang terus meningkat akan mengakibatkan proses ekstenfikasi yang lebih dominan,
Proses ekstenfikasi dari penggunaan lahan akan terus mendorong proses konversi
lahan.
5) Aksesibilitas. Perubahan sarana dan
prasarana transportasi yang berimplikasi terhadap meningkatnya aksesibilitas
lokal akan lebih mendorong perkembangan penggunaan lahan pertanian ke non
pertanian.
6) Resiko dan ketidakpastian. Aktivitas
pertanian dengan tingkat resiko ketidakpastian yang tinggi akan menurunkan
nilai harapan dari tingkat produksi, harga dan keuntungan. Dengan demikian
penggunaan lahan yang mempunyai resiko dan ketidakpastian yang lebih tinggi
akan cenderung dikonversi ke penggunaan lain yang resikonya lebih rendah.
Menurut Lestari (2005) proses konversi
lahan pertanian ke penggunaan non-pertanian yang terjadi disebabkan oleh
beberapa faktor. Tiga faktor penting yang menyebabkan terjadinya konversi lahan
pertanian yaitu sebagai berikut.
1) Faktor eksternal merupakan faktor yang
disebabkan oleh adanya dinamika pertumbuhan perkotaan, demografi maupun
ekonomi.
2) Faktor internal merupakan faktor yang
lebih melihat sisi yang disebabkan oleh kondisi sosial-ekonomi rumah tangga
pertanian pengguna lahan.
3) Faktor kebijakan merupakan aspek
regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat maupun daerah yang berkaitan
dengan perubahan fungsi lahan pertanian.[5]
D. Dampak
konversi lahan terhadap tenaga kerja (
petani ) serta perekonomian Indonesia.
1. Dampak
negative.
Dampak konversi lahan pertanian menyangkut
berbagai dimensi kepentingan yang luas dalam suatu negara yaitu tidak hanya
mengancam keberlanjutan swasembada pangan, tetapi juga berkaitan dengan
penyerapan tenaga kerja, pemubaziran investasi irigasi, pemerataan kesejahteraan,
kualitas lingkungan hidup dan kemapanan struktur sosial masyarakat. Adapun
dampak konversi lahan pertanian adalah sebagai berikut.
a. Ancaman
terhadap penyerapan tenaga kerja.
Konversi lahan pertanian pada hakikatnya mengakibatkan
bergesernya lapangan kerja dari sektor pertanian ke nonpertanian. Apabila
tenaga kerja tidak terserap seluruhnya akan meningkatkan angka pengangguran
karena hilangnya kesempatan kerja dan tempat bekerja untuk mencari nafkah.
Seperti diketahui usaha tani mempunyai kaitan dengan berbagai usaha di bagian
hulu dan hilir, maka dengan lahan terkonversi akan hilang kesempatan untuk
mendapat pekerjaan.
Kemudian
dengan julukan Negara agraris yang dijunjungnya, tentu saja Indonesia
memiliki banyak sekali potensi pertanian atau perkebunan yang bisa dijadikan
sumber perekonomian Negara. Akan tetapi, seiring berkembangnya sistem
perekonomian serta meningkatnya jumlah penduduk, maka kebutuhan lahan untuk
kepentingan dalam bidang selain pertanian semakin meningkat pula.
Sehingga Jumlah penduduk yang bekerja di
sektor pertanian terus mengalami penurunan. Badan Pusat Statistik (BPS)
mencatat penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian per Februari 2013 tercatat
39,96 juta orang.
Angka itu mengalami penurunan dibandingkan
jumlah pada Februari 2012 sebesar 41,2 juta orang. "Ada penurunan di
(sektor) pertanian," tutur Kepala BPS Suryamin dalam temu pers di Kantor
Pusat BPS, Jakarta, Senin (6/5).
Jumlah penduduk yang bekerja di sektor
pertanian pada Februari 2011 masih tercatat 42,48 juta orang. Namun, pencapaian
Februari tahun ini mengalami kenaikan dibandingkan jumlah per Agustus 2012
sebesar 38,88 juta orang.[6]
Deputi Bidang Statistik Sosial BPS
Wynandin Imawan menyatakan penurunan tenaga kerja di sektor pertanian tak lepas
dari maraknya konversi lahan pertanian di daerah produktif. Khusus untuk
Pulau Jawa, daerah-daerah produktif meliputi pantai utara Jawa maupun pantai
selatan Jawa
b. Ancaman
terhadap keberlangsungan swasembada pangan.
Berkurangnya luas sawah yang mengakibatkan
turunnya produksi padi, yang mengganggu tercapainya swasembada pangan. Berkurangnya
produksi pangan akibat konversi lahan pertanian adalah bersifat permanen,
karena proses konversi lahan pertanian menjadi nonpertanian sifatnya tidak
dapat balik (irreversible) yaitu sekali lahan pertanian tersebut berubah fungsi
maka lahan tersebut tidak dapat lagi digunakan sebagai sawah.
c. Ancaman
terhadap kualitas lingkungan.
Lahan pertanian tidak hanya berfungsi
sebagai tempat untuk budidaya padi tetapi dapat menjadi lahan yang efektif
untuk menampung kelebihan air limpasan, pengendali banjir dan pelestarian
lingkungan. Apabila sehamparan lahan sawah beralih fungsi untuk pembangunan
kawasan perumahan, hotel atau industri maka dengan sendirinya lahan
disekitarnya akan terkena pengaruh dari konversi tersebut. Lahan untuk
menampung kelebihan air akan semakin berkurang sehingga bencana seperti banjir
akan semakin sering terjadi. Selain itu harga lahan tersebut pada umumnya akan
meningkat dan apabila pemiliknya tetap untuk digunakan sebagai usaha tani maka
dalam jangka panjang kualitas lingkungan ekologinya akan menurun sehingga
produktifitas juga menurun.
d. Berkurangnya
ekosistem sawah
Terutama di jalur pantai utara faktanya
seperti di Pulau Jawa, sedangkan
pencetakan sawah baru yang sangat besar biayanya di luar Pulau Jawa seperti di
Kalimantan Tengah, dan tidak menunjukkan dampak positif.
e. Berkurangnya
Investasi pemerintah dalam pengadaan prasarana dan sarana pengairan menjadi
tidak optimal pemanfaatannya.
Kegagalan investor dalam
melaksanakan pembangunan perumahan maupun industri, sebagai dampak krisis
ekonomi, atau karena kesalahan perhitungan mengakibatkan tidak termanfaatkannya
tanah yang telah diperoleh, sehingga meningkatkan luas tanah tidur yang pada
gilirannya juga menimbulkan konflik sosial seperti penjarahan tanah.
f. Harga pangan semakin mahal
Ketika produksi hasil pertanian semakin
menurun, tentu saja bahan-bahan pangan di pasaran akan semakin sulit dijumpai.
Hal ini tentu saja akan dimanfaatkan sebaik mungkin bagi para produsen maupun
pedagang untuk memperoleh keuntungan besar. Maka tidak heran jika kemudian
harga-harga pangan tersebut menjadi mahal.
g. Tingginya
angka urbanisasi
Sebagian besar kawasan pertanian terletak
di daerah pedesaan. Sehingga ketika terjadi alih fungsi lahan pertanian yang
mengakibatkan lapangan pekerjaan bagi sebagian orang tertutup, maka yang
terjadi selanjutnya adalah angka urbanisasi meningkat. Orang-orang dari desa
akan berbondong-bondong pergi ke kota dengan harapan mendapat pekerjaan yang
lebih layak. Padahal bisa jadi setelah sampai di kota keadaan mereka tidak
berubah karena persaingan semakin ketat.
h. Sarana
prasarana pertanian menjadi tidak terpakai.
Untuk membantu peningkatan produk
pertanian, pemerintah telah menganggarkan biaya untuk membangun sarana dan
prasarana pertanian. Dalam sistem pengairan misalnya, akan banyak kita jumpai
proyek-proyek berbagai jenis irigasi dari pemerintah, mulai dari membangun
bendungan, membangun drainase, serta infrastruktur lain yang ditujukan untuk
pertanian. Sehingga jika lahan pertanian tersebut beralih fungsi, maka sarana
dan prasarana tersebut menjadi tidak terpakai lagi.[7]
Tingkat kesejahteraan (welfare) merupakan
konsep yang digunakan untuk menyatakan kualitas hidup suatu masyarakat atau
individu di suatu wilayah pada satu kurun waktu tertentu kesejahteraan itu
bersifat luas yang dapat diterapkan pada skala social besar dan kecil misalnya
keluarga dan individu. Konsep kesejahteraan yang dimiliki setiap orang bersifat
relatif tergantung bagaimana penilaian masing-masing individu terhadap kesejahteraan
itu sendiri.
Menetapkan kesejahteraan serta cara
pengukurannya merupakan hal yang sulit untuk dirumuskan secara tuntas. Hal ini
disebabkan permasalahan kesejahteraan bukan hanya menyangkut permasalahan
perbidang saja, tetapi menyangkut berbagai bidang kehidupan yang sangat
kompleks. Untuk itu diperlukan pengetahuan di berbagai bidang disiplin ilmu di
samping melakuakan penelitian atau melalui pengamatan empirik berbagai kasus
untuk dapat menemukan indikator keluarga sejahtera secara umum dan spesifik.
Pendekatan yang sering digunakan untuk
mengukur kesejahteraan adalah melalui pendekatan pengeluaran rumah tangga.
Pengeluaran rata-rata per kapita per tahun adalah rata-rata biaya yang
dikeluarkan rumah tangga selama setahun untuk konsumsi semua anggota rumah
tangga dibagi dengan banyaknya anggota rumah tangga. Determinan utama dari
kesejahteraan penduduk adalah daya beli. Apabila daya beli menurun maka
kemampuan untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidup menurun sehingga tingkat kesejahteraan
juga akan menurun. Tingkat kesejahteraan suatu rumah tangga juga dapat diukur
dengan jelas melalui besarnya pendapatan yang diterima oleh rumah tangga
tersebut. Semakin besar pendapatan seseorang maka kemampuannya untuk memenuhi
kebutuhan juga akan meningkat maka
2. Dampak
positif
a. Banyaknya masyarakat
tertentu yang mengalami kemajuan ekonomi.
b. Banyak warga yang
terserap menajadi pegawai.
c. Tersedianya prasana
social seperti, bank, mini market, SPBU dan lain-lain.
d. Eksistensi kemajuan daerah
dibidang social.
E. Upaya
pemerintah dalam mengatasi dampak negative dari konversi lahan pertanian.
Sampai
sekarang data akurat tentang besaran konversi lahan sawah sulit diperoleh. Hal
ini terkait dengan lemahnya sistem pemantauan dan pendataan yang berkenaan dengan
konversi lahan sawah. Jangankan untuk konversi lahan sawah yang dilakukan secara
individual oleh pemilik lahan (dan secara spasial terserak sampai ke berbagai
pelosok wilayah), untuk konversi lahan sawah yang “resmi” pun (misalnya terkait
dengan perluasan kawasan industri, perumahan, dan pembangunan prasarana
perhubungan) ternyata datanya tidak terkompilasi dengan baik.
Menurut
“data yang disepakati berbagai pihak”, rata-rata lahan sawah yang terkonversi
kepenggunaan lain dalam beberapa tahun terakhir ini sekitar 110 ribu hektare
per tahun.Ini mencakup konversi ke penggunaan non-pertanian maupun ke
penggunaan lahan untuk usaha tani nonsawah.
Di Pulau Jawa (wilayah di mana lahan sawah
beririgasi teknis dan semi teknis yang sangat produktif berlokasi) sebagian
besar konversi adalah ke penggunaan non-pertanian (58,7% menjadi perumahan,
21,8%n menjadi kawasan industri, perkantoran, pertokoan, dan sebagainya). Di luar
Pulau Jawa, proporsi lahan sawah yang beralih fungsi menjadi perumahan adalah
sekitar 16,1%, sedangkan yang beralih fungsi menjadi lahan pertanian nonsawah
sekitar 49% (Depertemen PU 2008). Jika kita tidak mengubah paradigma dalam
pengendalian konversi lahan sawah (business as usual), sekitar 42% lahan sawah
akan terkonversi dalam rencana tata ruang. Di Pulau Jawa dan Bali (yang
notabene lahan sawahnya sangat subur dan semakin menyusut ini) lahan sawah yang
akan terkonversi mencapai 49%.
Untuk
melindungi lahan pertanian dari penggunaan non-pertanian, pemerintah memiliki
dasar hukum, yaitu Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) yang berlaku mulai tanggal 14 Oktober 2009.
Pasal 3 UU 41/2009 menyatakan bahwa UU ini dibuat dengan tujuan:
a) melindungi
kawasan dan lahan pertanian pangan secara berkelanjutan.
b) menjamin
tersedianya lahan pertanian pangan secara berkelanjutan.
c) mewujudkan
kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan.
d) melindungi
kepemilikan lahan pertanian panganmilik petani.
e) meningkatkan
kemakmuran serta kesejahteraan petani dan masyarakat.
f) meningkatkan
perlindungan dan pemberdayaan petani.
g) meningkatkan
penyediaan lapangan kerja bagi kehidupan yang layak.
h) mempertahankan
keseimbangan ekologis.
i)
mewujudkan revitalisasi pertanian. Dalam pasal
18 dinyatakan bahwa perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan dilakukan
dengan penetapan :
·
Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan
·
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan di dalam
dan di luar Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan
·
Lahan Cadangan Pertanian Pangan
Berkelanjutan di dalam dan di luar Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
Penetapan kawasan pertanian pangan berkelanjutan merupakan bagian dari tata
ruang kabupaten. Dengan demikian, setiap kabupaten yang sedang menyusun rencana
tata ruang wilayah (RTRW) harus menetapkan kawasan pertanian di kawasan
perdesaan pangan berkelanjutan di dalam wilayah masing-masing (Pasal 19).[8]
Setiap
kabupaten/kota juga harus menetapkan lahan pertanian pangan Berbagai peraturan
telah dibuat untuk mencegah konversi lahan pertanian ke nonpertanian. Walaupun
demikian, konversi lahan pertanian untuk penggunaan non-pertanian terus
berlangsung seiring meningkatnya peran sektor non-pertanian dalam perekonomian
nasional. Pembangunan tol lintas Jawa sangat potensial mengurangi luas lahan
pertanian, baik yang langsung untuk penggunaan jalan tol maupun konversi ke
pemukiman di sepanjang tol.
Pemerintah
kabupaten/kota bisa memanfaatkan peraturan yang ada untuk melindungi lahan
pertanian jika ada kemauan politik. Di samping itu, berbagai peraturan yang
telah dibuat untuk melindungi lahan pertanian agar tidak dikonversi ternyata
kurang efektif karena tidak ada penegakan hukum. Masalah yang timbul dengan
diberlakukannya UU 41/2009 antara lain tidak adanya penggantian lahan pertanian
yang digunakan untuk jalan tol.
Cadangan
lahan untuk pertanian pangan tidak bisa lestari jika pemilik lahan mengubah
penggunaannya menjadi non-pertanian. Peraturan terbaru tentang PLP2B yang
memberi sanksi kepada pejabat yang memberi rekomendasi konversi lahan dinilai
merugikan pejabat di daerah karena peraturan lainnya tidak konsisten
dijalankan. Di samping tidak ada insentif bagi daerah yang mempertahankan
wilayahnya sebagai produsen pertanian, khususnya pangan, karena penerimaan asli
daerah (PAD) lebih menguntungkan jika wilayahnya untuk usaha nonpertanian.
Kebijakan pemerintah yang tetap menetapkan Pulau Jawa sebagai pertumbuhan ekonomi
berbasis industri terus menekan lahan pertanian. Sektor pertanian harus
mendapat alokasi khusus dalam pembangunan nasional, termasuk alokasi lahan.
F. Contoh
kasus konversi lahan pertanian
Berbagai
peraturan telah dibuat untuk mencegah konversi lahan pertanian ke nonpertanian.
Walaupun demikian, konversi lahan pertanian untuk penggunaan non-pertanian terus
berlangsung seiring meningkatnya peran sektor non-pertanian dalam perekonomian nasional.
Pembangunan tol lintas Jawa sangat potensial mengurangi luas lahan pertanian, baik
yang langsung untuk penggunaan jalan tol maupun konversi ke pemukiman di sepanjang
tol.
Pemerintah kabupaten/kota bisa memanfaatkan
peraturan yang ada untuk melindungi lahan pertanian jika ada kemauan politik.
Di samping itu, berbagai peraturan yang telah dibuat untuk melindungi lahan
pertanian agar tidak dikonversi ternyata kurang efektif karena tidak ada
penegakan hukum. Masalah yang timbul dengan diberlakukannya UU 41/2009 antara
lain tidak adanya penggantian lahan pertanian yang digunakan untuk jalan tol.
Cadangan
lahan untuk pertanian pangan tidak bisa lestari jika pemilik lahan mengubah
penggunaannya menjadi non-pertanian. Peraturan terbaru tentang PLP2B yang
memberi sanksi kepada pejabat yang memberi rekomendasi konversi lahan dinilai
merugikan pejabat di daerah karena peraturan lainnya tidak konsisten
dijalankan. Di samping tidak ada insentif bagi daerah yang mempertahankan
wilayahnya sebagai produsen pertanian, khususnya pangan, karena penerimaan asli
daerah (PAD) lebih menguntungkan jika wilayahnya untuk usaha nonpertanian.[9]
Kebijakan
pemerintah yang tetap menetapkan Pulau Jawa sebagai pertumbuhan ekonomi
berbasis industri terus menekan lahan pertanian. Sektor pertanian harus
mendapat alokasi khusus dalam pembangunan nasional, termasuk alokasi lahan.
Sebagai
contohnya terjadi dipulau jawa sebagai berikut ;
Jalan
raya merupakan salah satu infrastruktur utama dalam pembangunan ekonomi. Untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi, khususnya di Jawa, pemerintah merencanakan
membangun Jalan Tol Trans Jawa yang akan mengonversi lahan pertanian seluas
655.400 ha. Panjang jalan tol tersebut dari Cikampek (Jawa Barat) hingga
Surabaya (Jawa Timur) adalah 808 km dan sudah dibangun sepanjang 155 km dan
diharapkan selesai tahun 2014 dengan dana yang dibutuhkan masih sekitar Rp36
triliun (Antara News 2009). Konversi lahan pertanian ini akan terus bertambah
seiring dengan pertumbuhan perkotaan di pintu-pintu keluar tol tersebut.
Bab
III
Penutup
1.
Kesimpulan
Pertanian
adalah kegiatan yang paling penting dalam hidup kita sebagai manusia, tanpa
adanya kegiatan dalam sektor pertanian maka tidak akan ada bahan pangan
yang nantinya akan kita makan, karena pertanian di posisikan sebagai
digunakannya kegiatan manusia untuk memperoleh hasil yang berasal dari tumbuh-tumbuhan
dan atau hewan yang pada mulanya dicapai dengan jalan sengaja menyempurnakan
segala kemungkinan yang telah di berikan oleh alam guna memngembangbiakan
tumbuhan atau hewan tersebut.
Dimana
dalam pertanian harus terdapat tiga hal yaitu : Pertama, adanya alam beserta
isinya antara lain tanah sebagai tempat kegiatan, dan tumbuhan serta hewan
sebagai obyek kegiatan. Kedua, adanya kegiatan manusia dalam menyempurnakan
segala suatu yang telah di berikan oleh alam dan atau Yang Maha Kuasa untuk
kepentingan/kelangsungan hidup manusia melalui dua golongan yaitu
tumbuhan/tanaman dan hewan/ternak serta ikan. Dan ketiga, ada usaha manusia
untuk mendapatkan produk/hasil ekonomis yang lebih besar dari pada sebelum
adanya kegiatan manusia.
Dalam
kehidupan modernisasi dalam pekerjaa, pembangunan dan lain sebagainya memang
perlu di adakan namun kita harus dapat menyeimbangkan antara pembangunan dan
keseimbangan alam dengan cara tidak melalukan kegiatan alih fungsi lahan yang
berlebihan yang akan mengakibatkan pertanian kita akan hancur yang berarti kita
membunuh diri kita sendiri, Oleh sebab itu pertanian tidak kalah dari prasarana
ekonomi lainnya bagi sumber hidup manusia.
2.
Saran
Berdasarkan
pembahasan diatas selayaknya sebagai pemerintah lebih menegaskan lagi peraturan
dalam konversi yang berlebihan terhadap tanah pertanian yang dilakukan oleh
berbagai pihak, dengan tidak memudahkan pemberian ijin tanpa kesesuaian jumlah
lokasi yang dialih fungsikan.
Daftar Pustaka
Wahab,
Solichin Abdul. (2012) Analisis
Kebijakan: dari Formulasi ke Implementasi Kebijakan Negara. Jakarta, Bumi
Aksara.
Subarsono.
(2012) Analisis Kebijakan Publik: Konsep
Teori dan Aplikasi. Yogyakarta, Pustaka Pelajar.
Soemarno,
2013. Konversi Lahan agraris indonesia.
Malang : Universitas Brawijaya Press
Rotlink
(2014). Pertanian. From, id.m.wikipedia.org/wiki/Pertanian. Desember 2014.
Dewa
Ayu Desy (2013). Alih fungsi Lahan Pertanian.
From, desymoody.blogspot.com/2013/07/alih-fungsi-lahan-pertanian.html?m=1.
Desember 2014.
Elva
Falasefa (2013). Alih fungsi Lahan_Eva n klp.
From, elva-falasefa.blogspot.com/2013/04/alih-fungsi-lahan-eva-n-klp.html?m=1.
Desember 2014.
Biodata Penulis
1. Nama : Dewi Lestari
NIM :11523157
TTL :
Sawah Bonak, 10 Desember 1997.
Cita-Cita :
Ingin mempunyai karir hebat dibidang keungan syariah dan bisa berkarya dengan
menulis buku.
2. Nama : Siska Klandina
NIM :11523101
TTL :
Padang Tikar, 31 mei 1995
Cita-Cita :
Awalnya Ingin menjadi dokter namun sekarang percaya takdir akan bergelut dalam
bidang keuangan syariah.
[1] Subarsono. (2012) Analisis Kebijakan Publik: Konsep Teori dan
Aplikasi. Yogyakarta, Pustaka Pelajar. Hal.55
[3] Opcit. Subarsono 2012
[4]
Elva
Falasefa (2013). Alih fungsi Lahan_Eva n klp.
From, elva-falasefa.blogspot.com/2013/04/alih-fungsi-lahan-eva-n-klp.html?m=1.
Desember 2014.
[5]
Wahab,
Solichin Abdul. (2012) Analisis
Kebijakan: dari Formulasi ke Implementasi Kebijakan Negara.
Jakarta.Bumi Aksara. Hal 37
[6] Opcit, wahab sollichin abdul. Hal 41
[7] opcit, wahab solichin abdul. Hal 53
[8]
Dewa
Ayu Desy (2013). Alih fungsi Lahan Pertanian.
From, desymoody.blogspot.com/2013/07/alih-fungsi-lahan-pertanian.html?m=1.
Desember 2014.
[9]
Soemarno,
2013. Konversi Lahan. Malang :
Universitas Brawijaya Press. Hal 37
Saya tidak bisa cukup berterima kasih kepada layanan pendanaan lemeridian dan membuat orang tahu betapa bersyukurnya saya atas semua bantuan yang telah Anda dan staf tim Anda berikan dan saya berharap untuk merekomendasikan teman dan keluarga jika mereka membutuhkan saran atau bantuan keuangan @ 1,9% Tarif untuk Pinjaman Bisnis. Hubungi Via:. lfdsloans@lemeridianfds.com / lfdsloans@outlook.com. WhatsApp ... + 19893943740. Terus bekerja dengan baik.
BalasHapusTerima kasih, Busarakham.